Jumat, September 19, 2008

P U L A N G

Lembaran putih MS Word tersaji di depan mata. Jemari pun sudah siap di atas keyboard. Mata tertuju pada pada lembaran kosong tanpa tau harus memulai dari mana. Sontak aku kebingungan menulis, mengurai apa yang sedang berkecamuk di dada, di pikiran dan bagaimana harus menjelaskannya dalam kata-kata. Hanya satu kata yang terus menerus berputar di benak. 6 karakter yang membayangi aku di bilangan hari belakangan.

P.. U.. L.. A.. N.. G

Ah, kenapa kata-kata itu terus menghantui. Jujur, bukan sebuah kepulangan yang membuatku sedikit (agak) gelisah. Toh, disana memang rumahku. Tapi sesuatu yang tak bernama itu (atau mungkin aku yang tak tau namanya) menggelisahkan.

Mari kusederhanakan kebingunganku sendiri, apa aku bisa menemukan iklim yang sama untuk ruhiyahku? Terus, apa memang disana tempatku bisa berarti? Apa bedanya disana atau disini? Disini aku juga bisa mencoba berarti. Paling tidak itu yang aku yakini, bahwa keberartian tidak tergantung pada tempat karena keberartian muncul dari upaya diri menjadikannya berarti.

Lalu juga, apakah disana ada yang bisa aku lakukan?
Untuk yang satu ini, aku teringat perkataan beby, my sista, ”datanglah dulu, lihat apa yang bisa kau lakukan. Pasti ada, hanya belum tahu”

So, disinilah aku sekarang. Pada ambang keputusan dan kepastian langkah bahwa kaki ini harus kugerakkan pulang. 6 tahun memang bukan waktu yang lama, tapi juga bukan waktu yang singkat kan teman? Tiba saatnya kembali seperti xxxx berkata ”I Shall return”. Aku tahu pada awalnya sulit, tapi ini hanya masalah waktu. Yakin, perlahan aku akan dapat mengetahui makna kembaliku kesana hingga dengan gagahnya aku bisa bahagia karena pernah (telah) memutuskan pulang.

Mungkin gak perlu sedramatis dan semelankolis ini. Seperti yang sudah aku gambarkan di depan, bahwa 6 tahun tidak lama, tapi juga bukan waktu yang singkat untuk menorehkan kenangan di perantauan ini. Terlalu banyak kenangan yang memenuhi rongga dada dan benakku. Kusadari kemudian kenangan hanya kenangan, dan kita tentu saja tidak bisa hidup dalam kenangan. Menjemput masa depan, itu pilihan yang harus diambil dan memori-memori indah yang tercipta adalah batu lompatan tempatku berpijak melompat lebih tinggi.

Use action to cure fear. The most difficult time to take action is the very first time. After the ball is rolling, you’ll build confidence and things will keep getting easier. Kill fear by taking action and build on that confidence.
Huh, ini yang harus terus menerus aku ngiangkan di telingaku sendiri agar ia mengendap di dinding-dinding otak dan menetap di lipatan benak. Bahwa aku hanya harus memulai satu langkah kecil dan langkah-langkah berikutnya akan terayun dengan sendirinya.

Doakan aku kawan, agar petualangan ini indah.

Tidak ada komentar: